JAKARTA — Sidang kelima uji materi Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen di Mahkamah Konstitusi kembali digelar hari ini, Kamis (14/03/2019).
Agenda sidang yang dimulai pada pukul 11.14 WIB di Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI tersebut adalah mendengarkan Keterangan Ahli Pemohon dan Ahli Presiden.
Adapun ahli dari pemohon yang dihadirkan di hadapan hakim adalah Dr. Heru Susetyo, S.H., LL.M., M.Si. Ph.D. yang merupakan ahli dalam bidang hak asasi manusia, hukum perlindungan anak, dan perlindungan korban.
Dalam keterangannya yang telah dijadikan risalah oleh MK, ia menyampaikan, bahwa telah terjadi suatu ketidaksamaan akses, ketidaksamaan kesempatan, ketidaksamaan kedudukan di hadapan hukum ataupun tidak terjadi equal opportunity, tidak terjadi equality before the law, dan terjadi diskriminasi, atau telah terjadi pelanggaran terhadap asas nondiskriminasi.
“Ada pelanggaran terhadap hak-hak pendidik ataupun hak-hak guru yang seharusnya berlaku secara sama, baik guru PAUD formal maupun guru PAUD nonformal, juga hak-hak anak, hak-hak anak bangsa, hak anak-anak bangsa Indonesia yang juga menjadi peserta didik ataupun menjadi peserta dari pembelajaran di PAUD nonformal,” ujar Heru.
Lebih lanjut ia menyampaikan, mereka punya hak untuk tumbuh kembang, hak untuk belajar, hak untuk diberikan pendidikan terbaik sesuai prinsip the best interest of the child ataupun kepentingan terbaik bagi anak yang harus diberikan oleh guru yang profesional, guru yang berkualitas, guru yang tenang, nyaman, dan sejahtera dalam menyampaikan pembelajarannya ataupun menyampaikan pendidikannya kepada para anak didiknya.
Menurut Heru, yang menjadi perhatiannya adalah equal opportunity alias kesempatan yang sama, karena Indonesia telah meratifikasi begitu banyak undang-undang ataupun Konferensi HAM Internasional yang menekankan pada prinsip equal opportunity dan juga non-discrimination.
Karena pada hakikatnya, antara guru-guru yang mengajar di PAUD formal pun PAUD nonformal itu tidak saling menggantikan dan tidak saling melengkapi, mereka tugasnya sama, kewajibannya sama. Tugas sama, kewajiban sama, kualifikasi juga sama sesuai dengan PP Standar Nasional Pendidikan. Namun ternyata walaupun tugas sama, kewajiban sama, juga sama kualifikasinya, namun kesempatan berbeda, akses berbeda, hak-hak juga berbeda.
Karena pekerjaan senilai, sepatutnya juga perlakuan juga senilai, kesempatan yang senilai, dan juga akses, dan haknya juga senilai. Juga yang berikutnya, kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk dipromosikan ke tingkat yang lebih tinggi dan sesuai tanpa pertimbangan-pertimbangan apa pun, selain senioritas dan kemampuan.
“Permohonan yang disampaikan oleh pemohon itu telah memiliki cukup justifikasi, dikarenakan terjadi penegasian status terhadap pemohon dan juga rekan-rekannya yang berakibat akses beliau kepada hak-hak, kesempatan, dan akses yang berbeda, sehingga mengalami kerugian secara konstitusional,” tutup Heru.
Dalam proses persidangan kali ini, Heru juga menjelaskan bahwasanya kehadiran negara untuk memenuhi hak-hak para guru atau para pendidik, baik yang formal dan yang nonformal. Karena pada dasarnya, negara juga menginginkan tuntutan yang sama, kewajiban yang sama, kualifikasi pun harus sama untuk pendidikan.
Sidang yang dipimpin oleh Anwar Usman selaku hakim ketua akhirnya ditunda dan dilanjutkan kembali pada hari Rabu, 20 Maret 2019 jam 11.00 dengan agenda mendengarkan kesaksian dua saksi ahli dari kuasa presiden dan dua saksi dari pemohon.
Sementara itu di luar gedung MK nampak ribuan guru PAUD juga hadir untuk memberikan dukungan moril agar seluruh proses sidang uji materi ini bisa sesuai harapan. Guru PAUD nonformal akan diakui sebagai guru, adanya kesetaraan hak untuk semuanya. (cs)