Thursday, January 9, 2025

Guru PAUD Nonformal Pamekasan Perjuangkan Kesetaraan

 

Guru PAUD di Pamekasan menandatangani petisi di atas kain putih kemarin, Minggu (24/03/2019). Foto-RadarMadura.id/Moh. Ali Muhsin

PAMEKASAN — Ribuan guru nonformal pendidikan anak usia dini (PAUD) menggelar aksi petisi kesetaraan di lapangan Nagara Bhakti Pendapa Ronggosukowati, Pamekasan, kemarin (24/03/2019). Aksi tersebut dikemas dengan jalan sehat kesetaraan dan kesejahteraan (KJS2) guru PAUD nonformal.

Ribuan guru bergantian menandatangani kain putih yang dipajang di depan pagar Pendapa Ronggosukowati. Sejumlah pejabat di Pamekasan ikut memberikan dukungan terhadap aksi kesetaraan guru PAUD nonformal tersebut.

Bunda PAUD Pamekasan Naila Baddrut Tamam menandatangani petisi tersebut. Wakil Bupati (Wabup) Pamekasan Raja’e bersama istri yakni Yuni Lailatul Fitriyah turut membubuhkan tanda tangan.

Tak ketinggalan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Pamekasan Moch. Tarsun dan Pj Sekkab Pamekasan Andik Fadjar Tjahjono juga memberikan dukungan dalam petisi tersebut.

”Kami menggelar petisi dukungan kesetaraan ini karena guru PAUD belum sejahtera,” kata Syamsul, salah seorang guru PAUD.

Dia menyebut, kesejahteraan guru PAUD terkendala UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU tersebut, status guru nonformal PAUD belum diakui pemerintah. Karenanya, mereka mendesak agar UU tersebut diubah.

Dalam aturan itu, yang dinamakan guru profesional yaitu mereka yang mengajar di pendidikan menengah atas, sekolah dasar, dan pendidikan anak usia dini formal. Menurut Syamsul, aturan itu sangat mendiskreditkan guru nonformal PAUD. Padahal, tugas dan fungsi mereka sama.

”Istilah jalur formal yang ada di UU itu yang kami tuntut dihapus,” tegasnya.

Dengan adanya pengakuan dari pemerintah, diharapkan ada perbaikan kesejahteraan guru PAUD nonformal. Misalnya, guru bisa menerima sertifikasi, penghargaan, dan perlindungan dari pemerintah.

”Kami berharap undang-undang itu tidak menyudutkan kami,” ucapnya.

Ketua Himpaudi Pamekasan Heriyanto menjelaskan, jumlah guru nonformal PAUD di Pamekasan sekitar 2.212 orang. Mereka tidak bisa meningkatkan kesejahteraannya karena terkendala UU Nomor 14 Tahun 2015.

Dia menjelaskan, PAUD formal yaitu yang mendidik siswa usia 4–6 tahun. PAUD formal meliputi taman kanak-kanak (TK), raudlatul athfal (RA), dan bustanul athfal (BA). Sementara PAUD nonformal meliputi kelompok bermain (KB) anak usia 2–4 tahun, satuan PAUD sejenis (SPS) anak usia 0–6 tahun, dan Taman Penitipan Anak (TPA) usia 0–6 tahun.

”Syarat izin mendirikan PAUD formal dengan PAUD nonformal juga berbeda,” jelasnya.

Menurutnya, mendirikan PAUD formal lebih ketat dibandingkan nonformal.

”Salah satu persyaratan PAUD formal yaitu minimal memiliki 20 siswa dan sarpras lengkap. Kalau PAUD nonformal, meskipun siswanya 10 orang dan sarpras tidak lengkap bisa didirikan,” paparnya.

Di Pamekasan, jumlah PAUD nonformal 601 lembaga. Sementara PAUD formal sekitar 400 lembaga.

”Lebih banyak PAUD nonformal dibandingkan yang formal,” sebutnya.

Melalui petisi ini, sambung Heriyanto, guru-guru PAUD nonformal berjuang untuk diakui pemerintah.

Ketua Pengurus Wilayah Himpaudi Jatim Imam Mahmud mengakui pemerintah belum memihak kepada guru nonformal PAUD. Itu tercermin dalam UU tentang Guru dan Dosen.

”Padahal tugas guru PAUD sama-sama mendidik, membimbing, dan merencanakan pelaksanaan kegiatan pembelajaran,” katanya.

Himpaudi Jatim mengapresiasi kegiatan yang dilakukan guru-guru PAUD nonformal di Pamekasan. Dia berharap perjuangan di Mahkamah Konstitusi (MK) yang memasuki sidang ketujuh pada 3 April mendatang mendapatkan hasil yang berpihak kepada guru PAUD nonformal.

”Masih banyak guru PAUD yang digaji Rp 100 ribu, Rp 50 ribu, dan bahkan tidak digaji,” sebutnya.

Sumber : radarmadura.jawapos.com