Permasalahan diskriminasi pendidikan non formal dengan formal masih juga belum terselesaikan.Khususnya terhadap para guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) non formal yang selama ini melayani anak usia nol hingga empat tahun.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Himpunan PAUD Indonesia (HIMPAUDI) Prof Netty Herawati menegaskan, diskriminasi antara PAUD non formal dengan PAUD formal atau yang dikenal Taman Kanak-kanak (TK) terdapat pada aturan yang dibuat pemerintah sendiri.
Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen bab dua pasal dua hanya menganggap guru PAUD formal yang masuk sebagai kategori guru. Sedangkan PAUD non formal bukan.
“Kita tidak dianggap sebagai guru. Karena itulah pemerintah baik pusat maupun daerah enggan mengaggarkan tunjangan untuk guru PAUD,” tutur Netty dalam pelantikan pengurus Pimpinan Wilayah HIMPAUDI Jawa Timur di Wisma Remaja Surabaya, Senin (25/5).
Contohnya, lanjut Netty, dari anggaran yang dialokasikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk tunjangan PAUD sebesar Rp2,2 triliun.
Dari jumlah itu, hampir 90 persen digunakan untuk tunjangan guru PAUD formal. Sedangkan untuk PAUD non formal hanya sekitar Rp16 miliar.
Sejauh ini, direktorat sendiri sudah mengakui tidak bisa menyamakan antara keduanya karena aturan. Bahkan ketika guru PAUD formal dengan non formal memiliki kualifikasi yang sama tetap saja memiliki hak yang berbeda.
“Dampaknya jelas terhadap mutu pendidikan. Guru yg tidak dihargai sama akan memberi layanan tidak sama pula terhadap anak didik,” kata dia.
Dalam kesempatan acara itu, Wakil Ketua Komisi X Ridwan Hisyam mendengar langsung persoalan yang diungkapkan HIMPAUDI.
Menurut Ridwan, keluhan itu bisa langsung diajukan dalam sebuah usulan undang-undang yang dapat menguatkan posisi PAUD non formal. Meski tidak dianggap sebagai guru, kualifikasi guru PAUD non formal dituntut untuk terus ditingkatkan.
Selain itu, tanggung jawabnya juga tidak lebih ringan di banding guru PAUD formal. Saat ini Komisi X tengah membuat UU Sistem Perbukuan dan UU Kebudayaan sebagai inisiatif dewan.
“Kalau HIMPAUDI mau mengajukan, kita akan mendukung. Potensinya juga cukup besar karena setiap tahun kita bisa menghasilkan empat produk legislasi,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Non Formal dan Informal Dinas Pendidikan Jatim, Abdun Nasor, menegaskan peran PAUD non formal juga berfungsi sebagai pencetak generasi emas.
Nasor menyebutkan cita-cita tentang revolusi mental tidak mungkin dapat terwujud secara serta merta. Melainkan ini adalah cita-cita yang panjang. Salah satunya dengan menyiapkan mental generasi yang akan datang.
“Peran guru PAUD juga sangat menentukan. Mental anak kan juga dimulai dari usia dini. Ketika karakter anak itu dibentuk,” tegasnya.
Sumber : Tribun Surabaya